Benarkah Allah menyukai pernikahan dini? Pernikahannya si Dini atau menikah dalam usia dini (muda)?. Tentu saja jawabannya adalah jawaban yang kedua. Tema ini memang sudah tidak asing, bahkan sempat membooming beberapa waktu yang lalu. Bukannya mau ikut-ikutan, hanya ingin sedikit mencurahkan isi hati dan memompa semangat pemuda yang belum menikah untuk segera merentas jalan menuju pernikahan. “wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu menikah maka hendaklah ia menikah; karena itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu akan meredam gejolak syahwatnya” (Mutaffaq ‘Alaih).
Itulah pernikahan, mampu mendatangkan banyak kemaslahatan dan mencegah banyak hal yang tidak diinginkan. Agama kita menggalakkan terjadinya pernikahan di usia muda seperti hadits Rasululullah diatas, betapa…sebuah pernikahan ditekankan kepada pemuda yang memang sudah mampu menikah….(baah = kemampuan seksual)
Seandainya pernikahan di usia muda itu mengandung kejelekan, niscaya syariat Islam yang suci tidak akan menggalakkannya. Apalagi dalam kaidah hukum Islam disebutkan bahwa setiap perkara yang Allah perintahkan berarti hal tersebut disukai dan diridhoi-Nya.
Usia muda yang tengah kita jalani penuh dengan perjuangan meraih cita dan cinta. Usia muda pun masa yang sangat produktif baik dilihat dari sisi amalan syariat (dapat mengamalkan amalan yang mungkin berat dilakukan oleh lansia), ekonomi (fisik yang prima dan otak yang encer sebagai bekal mencari nafkah), pendidikan (fungsi otak yang masih sangat baik), dan kesuburan (keturunan). Namun usia muda juga sarat akan konflik. Mulai dari konflik dengan diri sendiri, orang tua, rekan sejawat, maupun lingkungan sekitar. Konflik yang terjadi jika tidak disikapi dengan panduan syariat (istilah yang lebih manis dari arif dan bijaksana) akan menjadi boomerang bagi pemuda hingga meruntuhkan cita dan cinta yang tengah dibangun. Dan tidak lupa dengan fitnah syahwat yang menjadi polusi paling berbahaya bagi kehidupan pemuda. Betapa banyak pemuda yang tidak mendapat asupan bergizi dari syariat ilahi terkena penyakit syahwat. Mulai dari yang paling ringan yaitu pacaran, onani, masturbasi, hingga perzinahan!
Begitulah usia muda, problematika yang dihadapi bukan hanya sekedar koreng dikulit, namun bisa menjadi kanker kulit yang mematikan! Betapa….Sungguh sebelum kulit kita korengan dan menjadi kanker kulit Robbul Izzati menawarkan vaksinnya lewat lisan mulia utusan-Nya seperti disebutkan dalam hadits mulia di awal tulisan ini. Yup! Menikah!. Karena disanalah kita kan temukan ketenangan berupa “pakaian” dan “tempat tinggal”.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21)
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqoroh: 187)
Itulah “pakaian” dan “tempat tinggal” yang halalan thoyyibah alias halal dan baik lagi menentramkan. Wahai kawan, apakah kalian lebih suka telanjang dan terlantar tanpa rumah? Seandainya pernikahan di usia muda itu mengandung kejelakan, niscaya syariat Islam yang suci tidak akan menggalakkannya. Apalagi dalam kaidah hukum Islam disebutkan bahwa setiap perkara yang Allah perintahkan berarti hal tersebut disukai dan diridhoi-Nya.
Bagi seorang pemuda, pernikahan justru mencerahkan pikiran dan menunjukkan kejantanan, disamping memperkuat status sosial mereka di masyarakat. Jadi, istri akan menjadi penolong dalam mencari ilmu dan memikul kepenatan hidup. Maka mulai saat ini ubahlah paradigma berpikir kamu tentang pernikahan dini. Kalaupun kamu belum mampu, paling tidak kamu tidak lagi berencana untuk menunda pernikahan sampai terlalu tua bahkan mungkin sampai sudah tidak layak disebut pemuda lagi. Bagi kamu yang berencana menikah muda. Bulatkanlah Azzam kamu, dengan niat yang lurus ikhlas karena Allah, mencari ridho-Nya, agar tidak bermaksiat kepada-Nya (dengan berpacaran misalnya), insya Allah Robbul Izzati akan menolong kamu-atau kita- untuk menghadapi segala kendala yang menghalangi jalan menuju pernikahan.
“Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR. Ahmad 2: 251, Nasaiy, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits no. 2518, dan Hakim 2: 160).
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An Nuur: 32).
Semoga dua dalil di atas semakin menguatkanmu untuk segera memiliki “pakaian” dan “tempat tinggal”. Selamat berjuang sobat! Semoga kamu mendapatkan pasangan yang terbaik untuk dunia dan akhiratmu sehingga lengkaplah cita dan cintamu sebagai pemuda. Cita untuk meraih ridho-Nya dan cinta-Nya yang insya Allah mengantarkanmu menuju jannah-Nya di kampung akhirat yang abadi.
“Yang Ingin Nikah Dini”
Terinspirasi, Menyalin, dan Menambah dari buku “Langkah Pasti Menuju Bahagia” Karya Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim. Penerbit Daar An-Naba
Kamar yang baru di rehab, pejompongan 22.12 waktu nokia 3200, 1 Maret 2007/ 11 Safar 1428
Amin..
menghindari fitnah..
Terima kasih atas motivasinya..
hehe….ana sih masih tetep merasa berkategori dini
Cayooo segera ukh
Ayo devi, balapan yukz !!! 😛
Ass….
Wah boro2 pernikaha dini Mbak….
Sampai ari gini blm ada calon yg pas ne….
He….Becanda koq….
@ admin:
On a respond to Fahrisal Akbar, you’re wrote:
Mmhh.. 🙄
*
Well, “di-pas-pas-in” is a rather subjective term in my humble opinion 🙂
Teman-teman saya (di “darat”) cenderung “menuduh” spek saya terlalu tinggi, sementara bagi saya, itu sudah “serendah-rendahnya”. Bukan “rendah” dalam arti negatif; maksud saya adalah “rendah” dalam range yg masih mungkin bisa saya terima. Kalau nurutin proposal ortu, waduh, yg ditawarkan ama mereka non-akhwat… 😀 *mungkin saya sendiri ya yg ga layak digolongkan “ikhwan”. Well, who knows?
Wah, gimana lagi; saya masuk kategori ini kali yaa… 😆