wonderful Mother

Setujukah kau jika aku berkata bahwa seorang ibu seharusnya mendapat banyak gelar. Double, double degree!!Akan kutunjukkan padamu bagaimana hebatnya seorang Ibu. MUMTAZ!!Tentu kau telah tahu bagaimana perjuangan ibu dari mulai menjagamu dalam rahimnya selama sembilan bulan?! Sungguh semua itu bukan perkara mudah. Bayangkanlah jika kau membawa beban berat lima kilo saja selama sembilan bulan? Sanggupkah?! Tapi ibu, ia sanggup!. Bahkan kau lebih berat dari sebuah benda berbobot lima kilogram. Karena kau memiliki nyawa yang akan ia jaga dengan sangat hati-hati.  Belum lagi drama persalinan yang menjadi bagian paling mengagumkan.  Ibu bertaruh nyawa. Ia bertaruh nyawa saat mengeluarkanmu dari rahimnya. Semua itu tentu tak asing lagi bagimu…

kasih-sayang-ibu

Sekarang lihatlah bagaimana Ibu seharusnya mendapat gelar Sarjana Sastra. Ingatlah saat ia menceritakan sebuah dongeng. Ibu begitu pandai bercerita. Kadang ia ceritakan kisah yang sudah turun temurun ia dengar hingga kita tak pernah tahu siapa pengarangnya. Kadang ia mengarang cerita sendiri. Kadang ia menceritakan cerita yang kau inginkan kemudian ia mengarangnya saat itu juga. Ah, ia tak sempat menceritakan kisah para Rasul, Sahabat, tabi’in. dan tabi’ut tabi’in. tapi lihatlah bagaimana ia pandai bercerita dan merangkai kata. Bukankah kau pun kalah? Berapa menit waktu kau butuhkan untuk merangkai kata ketika pelajaran mengarang di sekolah?…

Ku pikir ibu pun berhak menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Bukankah Ibu begitu Qona’ah dengan nafkah yang diberikan Ayah?. Lihatlah dengan gaji yang segitu ia memastikan bayaran sekolahmu tak pernah nunggak. Kau tetap bisa menyantap makanan tiga kai sehari meski dengan lauk seadanya. Tapi kau kadang merengek  meminta sesuatu yang diluar kebutuhan hingga membuat Ibu pusing. Tahukah kau jauh di lubuk hatinya ia ingin kau bisa mendapatkan setiap benda yang kau inginkan. Tapi keuangan memang tidak memungkinkan…

Bagaimana dengan Sarjana Tehnik? Ah, aku tidak berlebihan!Yah…Jika kau tak setuju memberinya gelar S1, paling tidak ia bisa mendapat Ahli madyakan?. Bukankah ketika setrikaannya tidak panas ia telah mencoba mereka-reka penyebabnya?. Meskipun ia tak tahu pasti komponen di dalam setrikaan itu?. Atau ketika ia tersetrum kabel setrikaan yang terkelupas. Ia pun mengambil solasi dan menutupinya. Pun ketika rice cooker berfungsi tak semestinya. Ia menganalisa, mencari penyebab, kemudian mengatasinya. Pernah kulihat Ibu mengganjelnya dengan batu. Jika kau sarjana tehnik, ahli madya, atau masih calon. Jangan kau tertawakan tehnik penyelesaiannya!. Bukankah ia tidak berkutat dengan rumus sepertimu?. Bukankah ia tidak pernah mengerjakan serangkaian tugas praktikum?. Tentu wajar jika ia menyelesaikan semua itu dengan cara yang paling tradisional sesuai dengan kemampuan akalnya. Toh semua itu berhasil. Dan aQ tetap akan memberinya gelar ST!.

Meskipun Ibu tak pernah masuk jurusan IKK (Ilmu Kesejahteraan Keluarga: Tata Boga, Tata Busana, Tata Rias). Tapi ia sangat ahli dalam urusan ini. aku yakin kali ini kau tak akan membantahnya!. Karena kau telah merasakan lezatnya masakan yang Ibu buat. Masih  ingatkah ketika seragam sekolahmu terlalu besar?. Ia yang mengecilkannya. Hanya dengan bermodal jarum dan benang tanpa mesin jahit. Ah, meski Ibu tak terlalu pandai berdandan ku rasa kau setuju bahwa ia punya kecantikan yang terpancar dari dalam. Inner beauty yang dengannya Ibu berhasil menarik hati Ayah.

Ingatkah kau saat ia menata rambutmu. Menyisrnya sebelum kau berangkat sekolah ketika kecil dulu. Kadang kuncir dua lengkap dengan poni. Kadang ia sematkan jepitan berbentuk topi di rambutmu. Jepitan yang masih di ingat oleh teman TK mu dulu. Hingga seolah-olah jepitan topi menjadi ciri khasmu. Lihatlah kau menjadi gadis kecil yang lucu dan manis. Atau mungkin sempat terlupa dari ingatanmu bahwa ia mengusulkan baju adat Padang pada karnaval 17-an dulu. Padahal jelas kau bukan orang Padang. Karena baju adat padang yang memakai bawahan celana akan lebih
memudahkanmu berjalan. Lihatlah kau menjadi pemuda cilik yang gagah.

Ibu pun berhak menyandang gelar Sarjana Psikologi. Meskipun Ibu tak pernah mempelajari teori perkembangan Piage dan Erickson tapi Ibu mampu memahami saat kau tengah menjalani setiap tahap perkembangan. Ia begitu penuh perhatian saat kau bercerita tentang seorang pujaan hati. Dengan wajah sumringah kau menuturkan setiap momen indah tentang pujaan hatimu. Pun ketika kau tak lagi bercerita tentang sang pujaan hati, kau lebih banyak diam. Ibu tahu sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi. Dan ibu pun tahu menanyakan kenapa hanyalah akan membuatmu bingung dan sedih…Ketika kau berhasil lulus dari sekolah menengah pertama dan mengekspresikannya dengan mencoret-coret baju, ia tak melarangmu pun Karena kau tidak berlebihan melampiaskan kegembiraanmu. Ibu pun ikut menulis namamu di seragam kebangganmu dengan spidol warna-warni. Namamu yang di akhiri dengan akhiran –ku. Menunjukkan betapa kau miliknya begitu berharga.

aku  tahu gelar dokter begitu membanggakan dan sulit diraih. Tapi ku rasa ibu berhak menyandangnya.Ingatlah saat kau demam, masuk angin. Ia membalurkan parutan jahe dan bawang merah ke tubuhmu. Ibu tidak mengerokmu karena ia tahu kerokan itu terlalu sakit bagimu. Pun ketika kau diare ia membuatkan larutan gula dan garam untuk menghentikan diaremu. Dan Biidznillah semua itu berhasil menyembuhkan sakitmu…

Kenapa aku lupa? Bukankah Ibu berhak meraih gelar Sarjana Pendidikan? Sebuah gelar yang insya Allah akan terukir di belakang namaku. Tentu. Sejak awal Ibulah gurumu. Ia mengajarimu dari mulai doa mau tidur, doa mau makan, dan doa-doa sehari-hari lainnya. Saat kau kesulitan menyelesaikan soal perkalian ia membantumu meski terkadang kau lihat ia begitu gemas karena kau sudah mulai bosan. Bukankah ia pula yang pertama kali mengajarimu membaca waktu. Ketika di dapur ia menyuruhmu melihat jam. Dan Ibu hanya bertanya. “Jarum Panjang di angka berapa?. Jarum Pendek di angka berapa?”. Setelah kau memberitahunya. Ia akan menjawab “Oh, jam sekian”. Hingga perlahan-lahan kau mengerti cara membacanya.

Dan Ibu berhak menyandang gelar Ahli Gizi. Bukankah ia telah berusaha dengan uang belanja seadanya, ibu memasak hidangan bermutu agar kau tumbuh menjadi anak yang sehat? Belum lagi Sarjana Pertanian. Meski tak memiliki tanah berhektar-hektar. Tapi Ibu berusaha agar halamannya hijau. Ia begitu memperhatikan tanaman-tanaman di sekitar rumah.

Kini, setujukah kau jika Ibu berhak mendapat semua gelar itu?. Kadang ia melakukan semua keahliannya secara bersamaan. Saat ia menggoreng bakwan sambil menggendongmu dan bercerita agar kau tidak rewel ia tengah menjadi ahli kuliner sekaligus ahli dongeng. Saat ia tengah mengajarimu mengerjakan PR sambil menjahit baju seragammu yang kebesaran agar bisa kau kenakan esok ke sekolah, ia tengah menjadi guru sekaligus seorang tailor! Semua itu ia lakukan dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan cinta. Ibu tak mengharap cintanya akan terbalas dengan seluruh gajimu ketika kau telah bekerja. Karena Ibu tahu sebagian besar gajimu akan kau berikan untuk anak dan istrimu. Ibu tahu itu, dan Ibu tak mempermasalahkannya. Karena ia tak ingin kau menjadi kepala keluarga yang tak bertanggung jawab.

Masih ingatkah saat Ibu menyuruhmu untuk tidak terlalu lama keluar rumah. bahkan ia melarangmu untuk kos. Karena Ibu tahu sebentar lagi waktumu akan lebih banyak kau habiskan bersama suamimu. Ya, kini ibu tengah menikmati saat-saat kau menjadi miliknya. Menikmati setiap kebersamaan denganmu. Pun ketika seorang lelaki sholeh
melamarmu, menikahimu, ia akan berdoa dengan penuh kekhusyuan agar kau selamat mengarungi bahtera rumah tanggamu.

Untukmu yang tengah berselisih paham dengan Ibu. Berlarilah segela ke pangkuannya. Sungguh aku rasa ia akan memaafkanmu. Siapakah orang yang lebih tulus memaafkan dan lebih cepat melupakan kesalahanmu daripada Ibu?. Segeralah…sebelum kau tak pernah lagi bisa bersandar di pangkuannya. Untukmu yang tak pernah berlemah lembut pada Ibu. Cobalah sepulang kuliah untuk mencium tangannya dan mencium keningnya sambil mengatakan “aku sayang Ibu”. Kenapa kau harus malu? Bukankah kau tak malu mengucapkan kalimat itu pada  gadis/pemuda yang kau sayangi?. Walaupun sudah sebesar ini, aku masih sering mencium Ibuku dan kupikir itu tidak aneh…

Tulisan ini Qu persembahkan untuk Ibu di seluruh dunia sebagai apresiasi atas jasa-jasanya. Ku persembahkan juga untuk seluruh anak sebagai pelajaran untuk berbakti kepada kedua orang tua khususnya Ibu (seperti sabda Rasulullah). Ku persembahkan untuk seluruh calon Ibu sebagai masukan, dorongan, dan tantangan, bisakah Kita menjadi Ibu yang MUMTAZAH?!


Inspired by : My Lovely Ibu dan
Ibu-Ibu luar biasa lainnya.

10 Tanggapan to “wonderful Mother”


  1. 1 Orang Bandung Baru Aja Dapet Buah Delima 31 Desember, 2008 pukul 5:58 pm

    Tulisan yang bagus. mengingatkan kita akan besarnya peran ibu bagi kita. kalau begini jadi teringat bagaimana kita dulu suka membantah perintah orang tua (ngeri euy)….jadi kangen sama ibu… 🙂

    kangen ya? Kalau begitu saya ingin dengar crita tentang seorang pemuda yg menjemput ibunya di bandara lalu menciumnya sambil bilang ‘i miss u mom.’ Berani terima tantangan ini?

  2. 2 hik_mah 1 Januari, 2009 pukul 11:28 am

    tiada kata yang bisa ku ungkap
    :,-) :,-)
    mendengar kata ibu sudah cukup membuatku meneteskan air mata
    alhamdulillah ala kullihal

    alhamdalulillah..itu airmata cinta ukh.. ^_^

  3. 3 uvi07 2 Januari, 2009 pukul 7:26 am

    subhanalloh, begitu besar jasa sang Ibu terhadap kita semuwa, ampe tiada yang dapat balas budi jasa mereka, melainkan hanya ALlah Yang Maha Kuasa!!!

    Robbigh firlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaaii shoghiiro, amien
    tiada kata dan perbuatan yang dapat menyamai jasa bunda kita semuwa, wallahu a’lam

    Hmm..saya rasa hanya dengan menjadi anak sholeh/ah kita bisa membalasnya Akh, bukankah do’a anak sholeh/ah akan tetap mengalir hingga ke kubur? Semoga kita menjadi anak yang sholeh 🙂

  4. 4 Prasetyo Muchlas 3 Januari, 2009 pukul 6:02 pm

    Setuju!

    Sip! Siapa lagi yang setuju??

  5. 5 4bu Huw@idah™ 9 Januari, 2009 pukul 4:52 pm

    ibu….
    dengan tangannya…
    ia merawat kita, ketika kita masih rapuh hingga menjadi tangguh…

    kangen sama ibu 😥

  6. 6 yodama 14 Januari, 2009 pukul 12:24 pm

    Ibu!
    Kata ttg penegasan madrasah agung. T4 anak2 mempertanyakan semesta dg bahasa paling akrab, harapan paling memuncak, dan keingintahuan paling dalam. Dermaga pengaduan paling luas saat mereka rasa teraniaya. Belai paling menentramkan saat mereka gelisah. Dekapan paling memberi rasa aman saat mereka ketakutan.

    oh, ibu…

    tertarik mengomentari yg ttg sarjana teknik. Tips untuk mereparasi alat2 elektronik, kalo sedang error/hang/rusak, terkadang cukup dengan memukul2nya pelan, [biasanya] ia akan kembali normal. :mrgreen: *ngaco*

    😀

    kalo emang masih rusak juga, segera saja di lem biru, lempar beli baru. atawa di lem kuning, lempar tuku maning. halah! 😆

    Lah, nek ora nduwe duit priben? 🙄

  7. 7 bayu200687 16 Januari, 2009 pukul 3:20 pm

    subhanalloh…
    indah sekali mba….

    kasih ibu memang indah akh… seindah flamboyan merah yang tengah mekar hingga rimbun daunnya tak terlihat lagi. Indah…begitu merah, bersemangat, ceria dan sempurna… keindahan yang menyeluruh

    ibuku mungkin sama seperti ibu2 kebanyakan…
    tapi bagiku, dia adalah seorang malaikat tanpa sayap….

    ya malaikat tanpa sayap, peri tanpa tongkat, bidadari tanpa selendang…ibu…

    btw, ijin copas tulisan mba ini ya….
    boleh kn?
    jazakillah….

    boleh, tapi lain kali jangan nulis ‘jazakillah’ yak, jazakillah kan artinya ‘semoga Alloh membalas’. Membalas apa? masih belum jelas. Harus lengkap Jazakillah Khoiron Katsiro=semoga Alloh membalas dengan kebaikan yang banyak. Atau Jazakillah khoir doank jiga boleh 🙂

  8. 8 bayu200687 16 Januari, 2009 pukul 4:10 pm

    mba, langsung tak copas langsung di blog boleh kn…? mumpung lg online….
    jazakillah khoiron katsiroo…
    barokallohu fiik…
    🙂

    boleh akh, waiyyaka

  9. 9 isnanamaxu 18 Januari, 2009 pukul 10:02 am

    setuju bangetz, ibu itu menyandang gelar terpanjang di dunia,,, I love my Mom so much!:-)

    Ayo…siapa lagi yang setuju?

    bagus bener tulisannya mbak,

    syukron

    *salam kenal dari Jogja ya,

    *salam kenal juga dari jakarta

  10. 10 hidayat 28 Februari, 2009 pukul 7:06 am

    wuik keyen……..

    maaciihh 😆


Tinggalkan komentar




Pengunjung Kelas

  • 10.541

Arsip Kelas

Kategori

Komentator

Doni Al Siraj pada Negeri Cinta
Maylatun sari pada Negeri Cinta
Rizki Aji pada Negeri Cinta

ayo pake jilbabnya

Portalnya Keluarga Bahagia

Jadwal Kajian Salaf

blog-nya musafir kecil



"Indonesians’